Perang Dagang China dengan Amerika Serikat


Perang Dagang China dengan Amerika Serikat







Salamat Malam Semua!!!!!
Ok sesuai judul yang diatas kali ini kita akan membahas tentang "Perang Daagang Amerika Serikat dengan China". nah di blog kali ini saya akan membahas awal mula terjadinya perang dagang ini dan apa aja si yang menjadi dampak postif dan negati bagi indonesia dari adanya perang dagang Amerika Serikat ini dengan China????? nah langsung aja yuu kita bahas yang pertama. 



Pendahuluan.

                        Sejak masa kampanye kepresidenannya, Presiden AS Donald Trump telah mengindikasikan akan mengarahkan perekonomian AS kepada proteksionisme. Hal tersebut semakin terlihat dengan memburuknya hubungan ekonomi AS-China yang mengarah pada perang dagang. Pemerintahan Presiden Donald Trump mengenakan tarif impor sebesar US$50-US$60 miliar untuk sejumlah produk China yang masuk ke Amerika dalam upaya memperbaiki perekonomian dalam negeri dan mengurangi defisit neraca perdagangan kedua negara. Presiden Trump mengumumkan menaikkan tarif impor hingga 15% untuk baja dan 10% untuk aluminium. Selain pengenaan tarif impor, AS juga berencana untuk membatasi investasi dan mengambil tindakan untuk China di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) karena menganggap negara tersebut bersikap tidak adil dalam perdagangan bilateral. Pemerintah China membalas tindakan AS dengan menaikkan tarif impor hingga 25% terhadap produk impor AS dan akan membawa masalah ini juga ke WTO. Di tingkat global, perang dagang dua negara berpengaruh ini dapat memicu pelemahan ekonomi dunia dan berimplikasi pada Indonesia. 

lalu bagaimana si bisa terjadi Perang Dagang Antara Amerika Serikat dengan China??

Amerika Serikat (AS) dan China mengarah pada perang dagang. Kedua negara membuat kebijakan proteksi untuk menghalangi masuknya barang produksi pihak lawan. Hal tersebut dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor barang dari China hingga mencapai US$50 miliar. Pemerintahan China membalas tindakan tersebut dengan menaikkan tarif impor baru terhadap produk AS senilai US$3 miliar. Kedua negara juga saling ancam untuk membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia/World Trade Organization. Perang dagang yang diakibatkan kebijakan ekonomi kedua negara tersebut dapat berimplikasi pada perekonomian global, termasuk Indonesia. Indonesia perlu melakukan langkah antisipasi terhadap dampak perang dagang tersebut. Diplomasi ekonomi untuk memperluas pasar ekspor Indonesia ke negara-negara ekspor non-tradisional perlu segera dilakukan. DPR berperan mengingatkan pemerintah untuk memberikan perhatian terhadap nasib produksi lokal agar tetap memiliki daya saing menghadapi kondisi perang dagang ini.

Kebijakan Ekonomi Presiden Trump terhadap China AS dan China diambang perang dagang setelah hasil investigasi selama tujuh bulan yang dilakukan Penasihat Trump di bidang perdagangan, Robert Lighthnizer, menyimpulkan praktik perdagangan China berpotensi tidak adil kepada AS. China dituduh mencuri kekayaan intelektual dengan meretas jaringan komputer sehingga AS mengaku dirugikan ratusan miliar dolar. China telah memaksa perusahaan AS untuk menyerahkan kekayaan intelektual mereka melalui serangkaian kebijakan struktural oleh negara. AS memiliki bukti bahwa China menekan perusahaanperusahaan internasional untuk melakukan transfer teknologi dengan mewajibkan mereka menciptakan kemitraan lokal agar bisa memasuki pasar China. AS juga menemukan bukti bahwa China mengarahkan investasi mereka di AS ke industri strategis, dan melakukan serta mendukung serangan siber. 

Pemberlakuan tarif impor untuk sejumlah produk China dipandang sebagai kebijakan yang tepat untuk masa depan perindustrian AS. Presiden Trump menetapkan tarif sekitar US$50–US$60 miliar atau sekitar Rp827,34 triliun atas produk China yang masuk ke negaranya. AS juga menetapkan tarif impor sebesar 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium dari China. Departemen Keuangan AS juga sedang menyusun rencana tambahan mencakup pemberlakuan tarif bea masuk untuk sejumlah produk China. Sebagai langkah lanjut, AS mengancam akan mengajukan pengaduan kepada WTO. Pemerintah AS terus menekan China untuk lebih membuka ekonominya bagi pebisnis AS, menurunkan defisit perdagangan hingga US$100 miliar, menghapus aturan yang mewajibkan korporasi asing membentuk perusahaan patungan dengan korporasi China, dan berhenti memaksa kalangan bisnis AS untuk memberikan hak kekayaan intelektual agar bisa beroperasi di China. Kebijakan Presiden Trump tersebut menimbulkan polemik di dalam negeri AS. Sejumlah politisi dan kalangan industri, termasuk perusahaan pengecer, menyatakan kecemasan tentang kemungkinan terjadinya pembalasan karena industri pertanian AS akan terpukul. Produk pertanian AS selama ini banyak bergantung pada ekspor ke China. Dampak lebih buruk dikhawatirkan akan terjadi bila China memboikot produk-produk AS lainnya. Pelaku pasar pun bereaksi negatif terhadap langkah Trump sehingga bursa saham AS mengalami penurunan. Secara politik kebijakan ekonomi tersebut juga dikhawatirkan berpengaruh pada isu keamanan Semenanjung Korea karena China banyak membantu AS dalam isu tersebut.

 Pemerintah China tetap berada dalam setiap proses politik yang sedang dan akan dilakukan terkait dinamika Semenanjung Korea. Korea Utara belum siap berhubungan dengan AS tanpa dukungan dan bantuan dari sekutunya China. Kebijakan Trump tersebut dapat membuat ekspor China menjadi lebih rendah sehingga menekan 8 pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. Produsen elektronik, pakaian, dan produk rumah tangga pada umumnya akan terganggu. Kebijakan Presiden Trump sekaligus merupakan pukulan terhadap kebijakan “Made in China 2025". Ini adalah kebijakan Pemerintah China untuk mengarahkan industri China menuju industri inovatif berbasis sains dan teknologi. Setidaknya terdapat 10 industri strategis yang akan terdampak, antara lain teknologi informasi, robotik, pesawat terbang, teknik galangan kapal dan kelautan, perkeretaapian, bahan bakar terbarukan, serta obatobatan.

lalu, Jack Ma dari Alibaba telah memperingatkan bahwa perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China yang sedang berlangsung dapat berlangsung setidaknya selama 20 tahun. Seperti yang akan kita lihat, perang itu sebenarnya akan berlangsung hingga 30 tahun, tepatnya hingga tahun 2049, peringatan 100 tahun berdirinya Republik Rakyat China (PRC/People’s Republic of China).
Steve Bannon selalu menyombongkan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump ditakdirkan untuk melakukan “bentuk canggih perang ekonomi” untuk menghadapi China. Logika yang mendukung peperangan tersebut ialah jika Anda menekan ekonomi China, pemerintah China akan tunduk dan “bermain sesuai aturan.”
Rencana administrasi Trump, yang sebetulnya merupakan rencana defisit perdagangan agresif Peter Navarro, memiliki tiga target dasar:
  1. Melenyapkan China dari jantung pemasok global.
  2. Memaksa berbagai perusahaan untuk memasok seluruh komponen yang diperlukan dalam produksi barang mereka dari tempat lain di kawasan Global South.
  3. Memaksa korporasi multinasional untuk berhenti melakukan bisnis di China.
Konsep menyeluruh ialah bahwa konfrontasi tanpa henti dengan China pasti akan menakut-nakuti perusahaan/investor. Tidak ada bukti bahwa konglomerat Korea Selatan atau Jerman, misalnya, akan mundur dari pasar dan/atau fasilitas produksi China secara luas.
Bahkan jika Pelarian dari China benar-benar terjadi, bisa dibilang ekonomi Amerika akan menderita sebanyak, jika tidak lebih dari, yang diderita China. Hantaman tarif AS terbaru dapat menurunkan PDB China hanya 0,9 poin prosentase, menurut Bloomberg Economics.
Tetapi China mungkin masih tumbuh sehat sebesar 6,3 persen pada tahun 2019. Ini adalah gambaran umum yang layak, dengan angka, mengenai bagaimana perang perdagangan mungkin akan merugikan China.
Yang pasti ialah bahwa pemerintah China, seperti yang dikonfirmasi oleh banyak editorial di media pemerintah China, tidak akan hanya bermain bertahan. Pemerintah China melihat perang dagangberlangsung “berlarut-larut.”
Suasana Perang Dingin Komersial sekarang tengah berlaku, tetapi China sedang memerangi perang ideologis di dua front. Di dalam negeri, pemerintah China menggunakan bahasa kuat untuk mendefinisikan posisinya melawan AS, tetapi mengambil pendekatan yang jauh lebih lunak di arena internasional.
Sangatlah membantu untuk memahami bagaimana situasi saat ini muncul dengan memeriksa karya Wang Hui, seorang profesor bahasa dan sastra China di Universitas Tsinghua, esais top dan pemain bintang China’s New Left. Hui adalah penulis buku The Rise of Chinese Chinese Thought, diterbitkan pada tahun 2005 dan masih tanpa terjemahan bahasa Inggris.
Beberapa kesimpulan utama Hui masih berlaku 13 tahun kemudian, karena ia menjelaskan bagaimana masyarakat China belum beradaptasi dengan status barunya dalam hubungan internasional, bagaimana ia belum menyelesaikan “kontradiksi terakumulasi” selama proses marketisasi yang sangat cepat, dan bagaimana China masih belum menguasai risiko yang melekat dalam dorongan globalisasi.
Analisis Hui digemakan di banyak editorial China termasuk garis kemunduran yang lezat seperti “penajaman kontradiksi internal” dalam hubungan internasional. Lagipula, “sosialisme dengan karakteristik China,” sebagaimana dikodifikasi oleh Deng Xiaoping dan diperbarui oleh Xi Jinping, unggul dalam mengeksploitasi dan melewati “kontradiksi internal.”

SEMUANYA IALAH TENTANG INISIATIF SABUK DAN JALAN

Jack Ma juga mengisyaratkan gambaran yang lebih besar ketika dia mengatakan bahwa untuk melawan perang perdagangan, China harus memfokuskan ekspor di Jalur Sutera Baru / Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI/Belt and Road Initiative), secara khusus menyebutkan Afrika, Asia Tenggara, dan Eropa Timur.
Lima tahun setelah Presiden China Xi Jinping meluncurkan BRI, yang awalnya diberi nama One Belt One Road (OBOR), di Astana dan kemudian Jakarta, wajar saja kalau Ma berkonsentrasi pada apa yang telah saya tekankan untuk menjadi strategi kebijakan luar negeri utama China selama tiga dekade berikutnya.
Tidak pernah cukup untuk menekankan bahwa enam koridor konektivitas utama BRI, yang menjangkau hingga 65 negara, sesuai dengan jadwal waktu yang asli, masih dalam tahap perencanaan hingga tahun 2021. Saat itulah penerapan yang sebenarnya dimulai, hingga tahun 2049.
Ma menyinggung ekspansi BRI di negara-negara yang secara strategis diposisikan di Global South, termasuk Asia Tengah, Selatan, dan Tenggara serta Afrika dan Eropa Timur. Cukup banyak dari negara-negara ini telah sangat menerima BRI, termasuk 11 negara yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) disebut sebagai Negara-negara Terbelakang di Dunia (LDCs/Least Developed Countries), seperti Laos, Djibouti, dan Tanzania.
Proyek-proyek BRI, dan bukan proyek-proyek Bank Dunia dengan ikatan yang melekat, merupakan solusi atas kesengsaraan infrastruktur mereka.
Jadi kita melihat nota kesepahaman penandatangan pemerintah China untuk proyek-proyek BRI dengan tidak kurang dari 37 negara Afrika dan Uni Afrika (AU/African Union). Karena BRI terkait erat dengan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB/Asian Infrastructure Investment Bank), bank tersebut akan menangani pembiayaan untuk proyek-proyek BRI di Indonesia.
Perang perdagangan AS-China mengekstrapolasikan keuntungan ke negara-negara ketiga seperti Brasil dalam hal ekspor komoditasnya. China secara perlahan tapi pasti berusaha untuk menguasai penyesuaian keuangan untuk proyek-proyek di berbagai koridor konektivitas, termasuk di Bangladesh, Pakistan, Myanmar, dan Kazakhstan.
Pada saat yang sama, perusahaan China mengawasi kesepakatan politik yang harus ditengahi oleh Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO/Shanghai Cooperation Organization) untuk membuka kunci integrasi BRI Afghanistan. Dalam kasus negara-negara yang secara berlebihan terpapar investasi China, seperti Laos, Djibouti, Tajikistan, dan Kyrgyzstan, China menerapkan berbagai opsi pembiayaan dari penghapusan utang hingga mendapatkan kontrak jangka panjang untuk membeli sumber daya alam.
Apakah China akan memanfaatkan pembiayaan pelabuhan air dalam strategis di Myanmar dan Djibouti untuk membangun “untaian Mutiara” yang menghiasi rantai pasokan Samudera Hindia masih merupakan spekulasi murni. Vektor kunci yang harus diwaspadai ialah bagaimana Jerman dan Prancis mendekati jalan-jalan BRI di Eropa Tengah dan Timur, misalnya, melalui jalur kereta berkecepatan tinggi Budapest-Belgrade terkait, bergaya BRI, ke pelabuhan Piraeus di Mediterania.
Italia ada di jalur tersebut, Laut Adriatik terhubung dengan BRI. Jerman memiliki terminal Eropa utama di lembah Ruhr. Prancis, bagaimanapun juga, masih belum memutuskan. Rusia juga masuk. Hampir 70 proyek dibiayai bersama oleh BRI dan Eurasia Economic Union (EAEU). Forum Vladivostok sekali lagi membuktikan kemitraan strategis Rusia-China, dan perluasan BRI/EAEU-nya berlaku penuh.
Strategi yang dikembangkan oleh Q (AS, India, Jepang, Australia) tidak memiliki potensi untuk menggagalkan jangkauan, kompleksitas, kekayaan modal, dan sumber daya manusia BRI. Untuk semua tantangan keuangan / kekuatan lunak, negara-negara anggota BRI, terutama di seluruh Global South, terkunci pada sisi mereka dari tawar-menawar investasi infrastruktur China “win-win.” Kecaman terhadap BRI tanpa henti saat ini tidak hanya bersifat rabun namun tidak relevan, karena BRI, yang terus-menerus diperbaiki, akan terus berkembang hingga tahun 2049. Apa yang akan terjadi ialah perang dagang selama 30 tahun.

dan yang selanjutnya yaitu dampak dari perang dagang China dan Amerika Serikat .


Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo mengatakan perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China sejak 6 Juli lalu juga memiliki dampak kepada Indonesia.

Iman menyebut setidaknya ada 3 dampak atau implikasi yang terjadi dari perang dagang kedua negara tersebut.

1. Indonesia punya peluang ekspor

3 Dampak Perang Dagang Amerika Vs China terhadap Indonesiahttp://bisnisbandung.com
Akibat perang dagang itu, Indonesia punya potensi untuk mengekspor barang ke kedua negara itu. Tidak cuma itu, Indonesia juga bisa jadi negara ketiga yang "mengambil jatah" ekspor China dan Amerika.
Perang dagang itu dinilai Iman sangat kompleks. Salah satu sebab awalnya adalah pertumbuhan komoditas baja dan alumunium di China.
“Indonesia bisa jadi negara ketiga untuk beberapa produk yang dihasilkan China atau Amerika yang menggunakan input kedua negara itu supply menjadi terhambat,” kata Iman dalam workshop di auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (18/9).
Beberapa komoditas yang bisa diekspor Indonesia, kata Iman, adalah baja, alumunium, buah, dan besi.
“Pasar Amerika misal baja dan aluminium itu terbuka buat Indonesia ,tapi perlu hati-hati. Untuk pasar China buah-buahan dan juga produk besi dan baja, serta aluminium,” katanya.

2. Menurunnya ekspor bahan baku Indonesia ke China dan Amerika

3 Dampak Perang Dagang Amerika Vs China terhadap IndonesiaANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Yang kedua adalah menurunnya ekspor bahan baku atau bahan penolong Indonesia ke China dan Amerika. Menurut Iman, ini terjadi jika cakupan perang dagang meluas ke produk lain.
Tahap pertama dampak ke Indonesia ekspor kedua negara belum terlalu besar. Produk yang dihasilkan China kemudian diekspor ke Amerika itu ambil bahan baku dari Indonesia relatif sedikit. Begitu coverage diperluas, kita perlu kajian lebih lanjut sejauh apa dampak terhadap ekspor untuk kedua negara tersebut,” jelasnya.

3. Terjadi trade diversion yang bisa dimaksimalkan Indonesia

3 Dampak Perang Dagang Amerika Vs China terhadap Indonesia
Karena persaingan pasar akibat perang dagang itu, akan terjadi trade diversion. Hal ini  terjadi akibat adanya intensif penurunan tarif, misalnya Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula dari China beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena lebih murah.
“Produk yang dihasilkan China dan Amerika terhambat tarif yang tinggi di kedua negara dan akan cari jalan ke pasar lain ke semua negara. Indonesia salah satunya. Termasuk Afrika dan Amerika latin,” jelas Iman.
Demikian penjelasan dari "Perang Dagang China Dengan Amerika Serikat" semoga bermanfaat bagi kalian semua.

Refrensi:
(diakses 13 Desember 2018)
(diakses, 13 Desember 2018)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Produksi PT.Santos Jaya Abadi

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA